Bukan cuma kamu, aku juga (pernah) begitu
10.16 Edit This 0 Comments »
“Aku pikir kalian pacaran...” –WJ,
20th- teman seperjuangan menakhlukkan Bahasa Inggris.
Kalimat itu awalnya terasa
sesak, mengingatkan kembali pada luka yang semestinya sudah terbalut rapi.
Aku ingin menjawab, “Bukan kamu
saja yang berpikir seperti itu,awalnya aku juga punya pikiran dan harapan yang
sama”
Ternyata, bukan cuma aku yang
punya pikiran kalau sepasang lelaki dan perempuan, selalu terlihat bersama,
menemani ke kantin, bergurau di waktu istirahat, pulang dan pergi dengan satu
kendaraan itu punya hubungan yang lebih dari sekadar teman.
Berulang kali aku mengelak dan
berusaha menjelaskan bahwa hubungan yang saat itu kami jalani memang tak lebih
dari sekadar sahabat (setidaknya aku menganggapnya begitu).
Tapi mungkin sinar mata antara
aku dan dia memang tidak dapat membohongi orang lain.
Ya, pada akhir perjalanan aku harus (terpaksa)
mengikhlaskan kehilangan dia, menerima kekalahan kalau memang aku dan dia tak
harus jadi satu dalam ikatan hubungan. Mungkin memang yang namanya sahabat, ada
kalanya mau dicoba dengan cara apa pun akan tetap jadi sahabat, tidak bisa
kurang, apalagi lebih.
Sekarang, akhirnya
aku sadar, melepaskan dia di waktu itu ternyata membawa lebih banyak tawa dan
senyum. Beruntung waktu itu diberi kesempatan itu belajar banyak hal, termasuk
belajar ikhlas. Dan akhirnya aku tahu, alasan apa yang dimiliki Tuhan sampai Ia
rela mengirimkan dia kembali J
Ikhlas adalah jenis ilmu tertinggi di muka bumi ini. Karena
itu penguasaannya begitu sulit. Meskipun sudah berderai-derai basah mata kita
dengan air mata, tetap saja mungkin kita masih belum dapat dikatakan sudah
menguasainya. Memang betul, hidup adalah belajar. Belajar ikhlas meski tak rela. (via kuntawiaji)
Mungkin suatu waktu nanti, aku
akan merentangkan tangan menyambut kamu kembali, sebagai sahabat. Tapi untuk
saat ini, aku masih butuh banyak waktu untuk belajar menerima kenyataan J
0 komentar:
Posting Komentar