Reflection

21.20 Edit This 0 Comments »
Sepertinya sudah terlalu terlambat untuk menulis ini, sudah menjelang akhir tahun lagi. Tapi, karena kesibukan saat peristiwa ini terjadi, baru kali ini cerita ini ditulis.

Enam bulan lebih sudah dilewati (sendiri). Tak ada lagi sembunyi- sembunyi pergi ke rumah setelah selesai kuliah, ritual makan bersama dg menu rumahan, atau menemani tidur via YM, bahkan merawat ketika dia sakit. Semua selesai seiring kenyataan dia memilih untuk kembali pada kekasihnya. Dibuang? Ya, semacam itu. Sakit? Tentu, bahkan aku tak sanggup menyebutnya sebagai teman lagi.

Berakhir pula kebersamaan bersama keluarganya yang sebenarnya cukup hangat. Tak ada lagi pengorbanan menembus hujan deras hanya untuk sebuah pelukan hangat dan ciuman di pipi sebagai obat rindu. Tak ada lagi jalan- jalan seru ke luar kota, melihat Indonesia dari sisi sejarah. Kadang, di sela sujud, aku menangis mengingat semua kebaikan ibunya. Aku merindukan beliau, sangat. Sayang ketika beliau ulang tahun mau pun merayakan hari besar agamanya, aku tak mengucapkan selamat.

Awalnya cukup sulit untuk kembali beradaptasi, bahwa saat ini kembali sendiri lagi. Harus mandiri, itu yang diucap berkali- kali untuk menanam sugesti positif bahwa aku bisa kembali berdiri dan berjalan lurus tanpa dia. Berat rasanya berdamai dengan kenyataan yang cukup pahit. Hingga akhirnya....

Aku sudah lupa hari apa ketika aku merasa, Tuhan memang selalu punya rencana yang tak terduga. Ketika sempat jatuh, terpuruk dan tanpa sadar memaki Tuhan dengan berteriak bahwa Ia tak adil, ternyata dibalik semua itu Dia menyiapkan sesuatu yang lebih baik.

Tentu saja aku masih bisa ingat bagaimana aku menomorduakan kuliah ketika ada dia di sampingku. Hingga harus menelan kecewa ketika nilai turun drastis (oke sih, cuma 0,3 sebenarnya). Aku terlalu santai, karena terlena akan kehadirannya. Sekarang, setelah tak ada dia, aku bisa konsentrasi penuh terhadap kuliah, bekerja keras, dan akhirnya nilaiku bisa membaik secara drastis pula.

Saat itulah, aku berpikir, mungkin memang butuh waktu untuk memahami bahwa Tuhan selalu memberikan yang terbaik tepat pada waktunya. Hal itu juga yang turut meyakinkan, bahwa mungkin memang hidupku jauh lebih baik jika tanpa dia :")

Ini refleksi, bagaimana aku harus memperbaiki diri sendiri secara maksimal terlebih dulu, sebelum bersiap menerima kehadiran orang lain dan berbagi hidup dengannya :")

Walau begitu, aku tak pernah menyesal ketika diberi kesempatan untuk kembali bersamanya.

0 komentar: