Welcoming Holiday

10.21 Edit This 0 Comments »

Selamat pagi J
Hari ini terhitung hari ketiga setelah melepaskan beban dari tujuh mata kuliah di semester 5.
Mulai hari ini tak ada lagi rasa panik di pagi hari karena tugas belum selesai sementara deadline mengejar
Tak ada lagi lelah karena harus berkelana mencari narasumber untuk melengkapi tugas
Tak ada rasa deg-degan ketika harus mempresentasikan tugas di depan kelas.
Semua berakhir, dengan lancar, alhamdulillah J
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu :)
Semoga semester berikutnya akan lebih baik :D


Secepatnya, blog ini akan bertambah isinya *mengumpulkan niat menulis*

Terima Kasih (Nama Kamu) atas ....

23.16 Edit This 0 Comments »
Demi mengerjakan tugas negara dari seorang dosen, beberapa waktu lalu saya menjadi rajin menyambangi perpustakaan kampus. Di sana, saya mengamati dan meneliti sejumlah hasil skripsi milik kakak angkatan yang cukup tebal dan membosankan. Selain membaca dan mengutip untuk keperluan tugas, ada satu bagian dari sebendel kertas tebal yang menarik untuk diamati.

Ya, halaman persembahan. Biasanya halaman ini berisi ungkapan terima kasih penulis terhadap orang-orang yang telah membantunya menyelesaikan skripsi yang cukup menyita waktu dan menghantui hidup (ini lebay). Selain Tuhan, orang tua, teman dan dosen, biasanya ada nama "someone special" yang ditulis di halaman ini.

Sebagai contoh:

"Untuk ... (nama seseorang) , terima kasih atas semangat yang ditularkan untuk segera menyelesaikan skripsi ini"

atau

"Kepada (nama seseorang) , terima kasih atas cintanya selama ini, walau aku tak tahu akan dibawa kemana hubungan ini" ,

"Kepada (nama seseorang) , terima kasih atas kenangan yang ditorehkan"

Kadang, saya dan teman-teman tertawa membaca kalimat-kalimat romantis yang ditulis penulis untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya pada pacar atau bahkan mantannya.

Hal itu membuat saya berpikir, nama siapa selain Tuhan, orang tua, teman, dan dosen pembimbing yang akan saya tulis di halaman persembahan skripsi saya kelak (kalau sudah punya kekasih, amin) ?

Mungkin namamu, dia, atau entah nama siapa yang sampai saat ini belum kukenal. Tapi, aku sudah menyiapkan sebuah kalimat yang cukup indah untuk dituangkan di halaman itu,

"Kepada kamu (nama seseorang) , terima kasih karena sudah datang di waktu yang tepat, mau berjuang bersama untuk meraih asa lewat kerja keras, tangis dan tawa yang silih berganti datang. Kepada kamu yang mampu membolak-balikkan suasana hati, aku menyerah untuk pasrah digandeng dan dibimbing dalam perjalanan menuju akhir yang bahagia"

Cukup indah, bukan? Saya tinggal menemukan sepotong nama yang cocok dan pas diletakkan di kalimat tersebut. Saya masih punya waktu sekitar dua tahun untuk menemukanmu, siapapun itu, entah yang sudah dikenal atau belum sama sekali :)

Semoga saya masih cukup sabar untuk menunggu waktu di mana kita akan saling menggenggam dan menguatkan hati masing-masing.

*Bukan berarti tidak menuliskan nama seseorang yang (pernah) spesial di hati saya, maka saya lupa akan semua pelajaran yang di dapat dari masa lalu, tapi kan, kertas mahal, jadi harus hemat :) * *alasan aja*

Sesuatu yang hidup di masa lalu, mungkin tidak akan bertahan di masa depan, atau bahkan di masa sekarang, yang perlu kita lakukan hanya belajar melepaskan dan mengikhlaskan

Cinta itu...

22.12 Edit This 0 Comments »

Katanya, jatuh cinta itu alami, kalau jatuh cinta pada hati yang telah termiliki yang lain itu, dosa ga? –FK, 20th-

Kenapa harus mikir dosa, dosa kan konsep dr manusia, hidup dan hati milik kita, kenapa harus mikir orang lain? –AP, 20th-

Well, percakapan absurd malam ini terangkum dalam beberapa tweet dengan sejumlah teman kampus yang hobinya galau.

Ketika mereka memiliki pemikiran yang cukup seragam, bahwa secara umum mencintai itu bebas, alami, tak ada batasan.

Buat saya, cinta itu realistis, kalau dia sudah milik orang lain, hatinya terbelenggu, mau berjuang seperti apa pun, akhirnya kita harus menerima kekalahan yang menyakitkan.

Ya tapi, kalau ternyata memang dia patut diperjuangkan, mungkin menunggu bisa jadi keputusan yang baik, bukan menikam kekasihnya dari belakang.

Buat saya, ketika kamu ingin bahagia, sederhana, bahagialah di atas kakimu sendiri, yang akan turut mengangkatmu ke udara, bukan bahagia di atas kesedihan orang lain.

Mungkin mustahil, tapi alangkah lebih baik ketika kita bisa meminimalisir rasa sakit orang lain yang disebabkan oleh sikap kita?

Toh, nantinya kita juga tidak mau dikhianati orang lain, bagaimana mungkin kita meminta orang yang kita cintai mengkhianati orang yang memilikinya?


Masih banyak hati yang menunggu untuk diperjuangkan, yang masih sendiri dan membutuhkan pasangan. Biarlah jika memang jodoh, nantinya kalian akan dipertemukan dalam keadaan yang lebih baik J


Bukan cuma kamu, aku juga (pernah) begitu

10.16 Edit This 0 Comments »

“Aku pikir kalian pacaran...” –WJ, 20th- teman seperjuangan menakhlukkan Bahasa Inggris.
Kalimat itu awalnya terasa sesak, mengingatkan kembali pada luka yang semestinya sudah terbalut rapi.
Aku ingin menjawab, “Bukan kamu saja yang berpikir seperti itu,awalnya aku juga punya pikiran dan harapan yang sama”

Ternyata, bukan cuma aku yang punya pikiran kalau sepasang lelaki dan perempuan, selalu terlihat bersama, menemani ke kantin, bergurau di waktu istirahat, pulang dan pergi dengan satu kendaraan itu punya hubungan yang lebih dari sekadar teman.
Berulang kali aku mengelak dan berusaha menjelaskan bahwa hubungan yang saat itu kami jalani memang tak lebih dari sekadar sahabat (setidaknya aku menganggapnya begitu).
Tapi mungkin sinar mata antara aku dan dia memang tidak dapat membohongi orang lain.

Ya,  pada akhir perjalanan aku harus (terpaksa) mengikhlaskan kehilangan dia, menerima kekalahan kalau memang aku dan dia tak harus jadi satu dalam ikatan hubungan. Mungkin memang yang namanya sahabat, ada kalanya mau dicoba dengan cara apa pun akan tetap jadi sahabat, tidak bisa kurang, apalagi lebih.

Sekarang, akhirnya aku sadar, melepaskan dia di waktu itu ternyata membawa lebih banyak tawa dan senyum. Beruntung waktu itu diberi kesempatan itu belajar banyak hal, termasuk belajar ikhlas. Dan akhirnya aku tahu, alasan apa yang dimiliki Tuhan sampai Ia rela mengirimkan dia kembali J

Ikhlas adalah jenis ilmu tertinggi di muka bumi ini. Karena itu penguasaannya begitu sulit. Meskipun sudah berderai-derai basah mata kita dengan air mata, tetap saja mungkin kita masih belum dapat dikatakan sudah menguasainya. Memang betul, hidup adalah belajar. Belajar ikhlas meski tak rela. (via kuntawiaji)

Mungkin suatu waktu nanti, aku akan merentangkan tangan menyambut kamu kembali, sebagai sahabat. Tapi untuk saat ini, aku masih butuh banyak waktu untuk belajar menerima kenyataan J

Reflection

21.20 Edit This 0 Comments »
Sepertinya sudah terlalu terlambat untuk menulis ini, sudah menjelang akhir tahun lagi. Tapi, karena kesibukan saat peristiwa ini terjadi, baru kali ini cerita ini ditulis.

Enam bulan lebih sudah dilewati (sendiri). Tak ada lagi sembunyi- sembunyi pergi ke rumah setelah selesai kuliah, ritual makan bersama dg menu rumahan, atau menemani tidur via YM, bahkan merawat ketika dia sakit. Semua selesai seiring kenyataan dia memilih untuk kembali pada kekasihnya. Dibuang? Ya, semacam itu. Sakit? Tentu, bahkan aku tak sanggup menyebutnya sebagai teman lagi.

Berakhir pula kebersamaan bersama keluarganya yang sebenarnya cukup hangat. Tak ada lagi pengorbanan menembus hujan deras hanya untuk sebuah pelukan hangat dan ciuman di pipi sebagai obat rindu. Tak ada lagi jalan- jalan seru ke luar kota, melihat Indonesia dari sisi sejarah. Kadang, di sela sujud, aku menangis mengingat semua kebaikan ibunya. Aku merindukan beliau, sangat. Sayang ketika beliau ulang tahun mau pun merayakan hari besar agamanya, aku tak mengucapkan selamat.

Awalnya cukup sulit untuk kembali beradaptasi, bahwa saat ini kembali sendiri lagi. Harus mandiri, itu yang diucap berkali- kali untuk menanam sugesti positif bahwa aku bisa kembali berdiri dan berjalan lurus tanpa dia. Berat rasanya berdamai dengan kenyataan yang cukup pahit. Hingga akhirnya....

Aku sudah lupa hari apa ketika aku merasa, Tuhan memang selalu punya rencana yang tak terduga. Ketika sempat jatuh, terpuruk dan tanpa sadar memaki Tuhan dengan berteriak bahwa Ia tak adil, ternyata dibalik semua itu Dia menyiapkan sesuatu yang lebih baik.

Tentu saja aku masih bisa ingat bagaimana aku menomorduakan kuliah ketika ada dia di sampingku. Hingga harus menelan kecewa ketika nilai turun drastis (oke sih, cuma 0,3 sebenarnya). Aku terlalu santai, karena terlena akan kehadirannya. Sekarang, setelah tak ada dia, aku bisa konsentrasi penuh terhadap kuliah, bekerja keras, dan akhirnya nilaiku bisa membaik secara drastis pula.

Saat itulah, aku berpikir, mungkin memang butuh waktu untuk memahami bahwa Tuhan selalu memberikan yang terbaik tepat pada waktunya. Hal itu juga yang turut meyakinkan, bahwa mungkin memang hidupku jauh lebih baik jika tanpa dia :")

Ini refleksi, bagaimana aku harus memperbaiki diri sendiri secara maksimal terlebih dulu, sebelum bersiap menerima kehadiran orang lain dan berbagi hidup dengannya :")

Walau begitu, aku tak pernah menyesal ketika diberi kesempatan untuk kembali bersamanya.

HAI

13.01 Edit This 0 Comments »
Ada yang lebih membahagiakan selain kedatangan orang yang selama ini kamu cari?
Orang yang telah pergi bertahun lalu tanpa pamit?
Orang yang kadang kamu search namanya untuk mencari akunnya di social media?
Orang yang kamu ingat ketika membongkar semua barang-barang lama di kamar?


Bagaimana tidak membuat bahagia, ketika akhirnya kamu tahu, dia juga mencari kamu?
Ketika dia juga berusaha menemukan kamu lagi, lewat media yang sama?


Meski tak menyimpan harapan yang terlalu besar untuk apa yang terjadi ke depannya, saat ini saya bahagia karena dia datang lagi.
Setidaknya, ada jalan untuk menghubunginya lagi :)


*HAI, apa kabar kamu sekarang, sahabat lama :)*

boleh kupanggil dia, MAMA?

12.40 Posted In Edit This 0 Comments »
Aku hanya memiliki kesempatan enam bulan untuk menikmati waktu bersamanya,
Setelah lima tahun tak bertemu, senang ketika ia mau menerimaku dengan tangan terbuka,
Aku diberi waktu untuk dimanja dan disayang layaknya seorang anak,
Aku diberi banyak kejutan yang indah,
Aku diberi kesempatan yang cukup banyak untuk melewati sehari penuh dengannya,
Aku, yang dulu pernah dibencinya, kini jadi dekat,
Aku, yang tak pernah menyangka bisa mengambil hatinya dengan cepat,
Meski sebentar, banyak hal yang jadi kenangan,
Kalau boleh, aku tetap ingin bersamanya
Sayang, kesempatanku sudah mencapai batas akhir
Terima kasih, untuk kasih sayangnya,
Terima kasih untuk setiap waktu yang dihabiskan,
Maaf, ketika saya harus pergi,
meski terus saja rasa "kangen" itu muncul untuk memaksa kembali.

Saya merindukan setiap kata kangen yang disampaikan melalui pesan singkat dan setiap pelukan yang menenangkan itu.
Saya sayang tante :")